Proses well to seismic tie merupakan proses awal yang harus dilakukan dalam pengolahan data seismik dan data sumur. Sebagaimana kita ketahui bahwa data seismik memiliki domain waktu sedangkan data sumur memiliki domain kedalaman, sehingga kedua data ini tidak bisa digunakan secara bersamaan. Namun kedua data ini perlu untuk digunakan secara bersamaan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Untuk itulah diperlukan suatu proses yang harus dilakukan untuk menghubungkan antara data seismik dengan domain waktu dan data sumur dengan domain kedalaman. Secara menyeluruh, proses well to seismic tie adalah seperti gambar dibawah ini.
Proses well to seismic tie merupakan proses pengikatan data sumur yang berdomain kedalaman ke data seismik yang berdomain waktu sehingga dihasilkan sebuah data hubungan antara waktu dan kedalaman dari data seismik dan data sumur yang digunakan yaitu data time to depth relationship (Data T-D). Data yang digunakan pada proses ini adalah data log densitas (log RHOB), data p-wave (didapat dari data log sonic), dan tentu data seismik itu sendiri. Proses ini juga memerlukan data well top untuk membantu menentukan kecocokan formasi dengan wiggle seismik. Data checkshot juga diperlukan pada proses ini untuk perkiraan awal letak dari sumur pada data seismik.
Sebelum melakukan proses well to seismic tie dilakukan proses ekstraksi wavelet. Perlu diketahui bahwa wavelet yang diekstrak harus memiliki fase yang sama dengan data seismik (minimum phase atau maximum phase). Proses awal yang dilakukan terlebih dahulu adalah melakukan konversi dari data log sonic ke data p-wave dengan menggunakan rumus (Crain's Petrophysical Handbook):
dengan,
- Vp : Nilai p-wave pada suatu titik (m/s atau ft/s)
- DTC : Nilai log sonic gelombang P pada suatu titik (us/m atau us/ft)
Perlu diperhatikan untuk menyamakan satuan, jika log sonic menggunakan meter maka hasil p-wave akan memiliki satuan meter, jika log sonic menggunakan feet (kaki) makan hasil p-wave juga akan memiliki satuan feet (kaki).
Kemudian melakukan koreksi p-wave dengan data checkshot. P-wave perlu dikoreksi dengan data checkshot karena untuk menghilangkan efek washout zone, chasing shoe, dan efek efek lainnya (Ensiklopedi Seismik Online). Data densitas dan p-wave yang telah terkoreksi checkshot dikalikan untuk mendapatkan data impedansi akustik pada masing masing sumur. Kemudian dari data impedansi akustik ini didapatlah data koefisien refleksi pada masing masing sumur. Data koefisien refleksi kemudian dikonvolusikan dengan wavelet sehingga menghasilkan seismogram sintetik.
Perlu diketahui bahwa, jika seismogram sintetik dapat dibentuk dengan menggunakan data p-wave yang tidak terkoreksi chekcshot, namun hasil pencocokan awal antara seismogram sintetik dan trace data seismik akan sangat tidak cocok (korelasi rendah) sehingga proses well to seismic tie akan lebih sulit, seperti gambar dibawah ini.
Pada gambar tersebut, p-wave tidak dikoreksi dengan checkshot, sehingga nilai ampitudo dari seismogram sintetik (trace biru) dan seismogram dari data seismik (trace hitam) yang seharusnya bersejajaran, menjadi jauh berbeda nilai kedalamannya (dalam satuan waktu). Sekali lagi kami katakan, dalam kondisi ini tetap dapat dilakukan proses well to seismic tie.
Ketika seismogram sintetik dibentuk dengan menggunakan p-wave yang telah terkoreksi checkshot, nilai amplitudo dari seismogram sintetik (trace biru) dan seismogram dari data seismik (trace hitam) yang tadinya memiliki perbedaan nilai kedalaman (dalam satuan waktu) yang cukup jauh akan menjadi lebih dekat seperti gambar dibawah ini.
Dari gambar diatas, dapat dilakukan proses well to seismic tie dengan lebih mudah.
Seismogram sintetik yang telah dibentuk kemudian dicocokkan dengan seismogram (trace) dari data seismik yang digunakan. Pencocokan ini dilakukan dengan proses stretch (proses pencocokan dengan merenggangkan kedalaman data) dan squeeze (proses pencocokan dengan merapatkan kedalaman data). Setelah dilakukan proses well to seismic tie, maka amplitudo dari seismogram sintetik (trace biru) dan seismogram dari data seismik (trace hitam) yang sebelumnya memiliki perbedaan nilai kedalaman (dalam satuan waktu) akan sejajar seperti pada gambar dibawah ini.
Pada saat melakukan pencocokan stretch dan squeeze juga perlu diperhatikan distribusi kedalaman yang terbentuk, ketika data kedalaman terlalu stretch (terlalu renggang) atau terlalu squeeze (terlalu rapat) pada interval kedalaman tertentu dan sangat berbeda dengan interval kedalaman yang lainnya, maka well to seismic tie yang dilakukan kurang baik (kurang rasional).
Dalam melakukan proses well to seismic tie terdapat parameter penting yang perlu diperhatikan yaitu koefisien korelasi dan time shift antara seismogram sintetik dan seismogram data seismik. Nilai korelasi berkisar dari -1 sampai 1. Nilai korelasi yang sudah dianggap baik adalah lebih dari 0.6 (menurut Schober, 2018) dengan time shift 0 ms. Semakin tinggi nilai koefisien korelasi dan semakin rendah nilai time shift maka semakin baiklah data T-D yang akan didapat dari proses well to seismic tie yang dilakukan.
Referensi:
Ensiklopedi Seismik Online. Well Seismic Tie.
Rider, M. 2000. The Geological Interpretation of Well Logs Second Edition. Scotland: Rider-French Consulting Ltd.
Schober, P., Boer, C., dan Schwarte, L.A. 2018. Correlation Coefficients: Appropriate Use and Interpretation. Anesthesia & Analgesia. Vol. 126. Hal. 1763 – 1768.
Sukmono, S. 2010. Application of Sequence & Seismic Stratigraphy In Field Exploration and Development. Bandung: ITB.
Yang, S. 2017. Fundamental of Petrophysics. German: Springer.
Seismik >>>>> Download Now
BalasHapus>>>>> Download Full
Seismik >>>>> Download LINK
>>>>> Download Now
Seismik >>>>> Download Full
>>>>> Download LINK wa